Apakah politik itu? Jika mempelajari ilmu politik sangatlah beragam pengertian
atau definisi dari sautu pengertian politik dan berbagai prespektif
cara pandang yang digunakan. Sama hal nya penulis yang pada mulanya
kebingunanan untuk mempelajari suabuah teori politik dan penerapannya.
Hal yang sedikit menggilitik tentu ada berbagai kosakata dan permainan kata dalam politik, dan apakah bisa dikatakan politik adalah seni? Untuk menjawab pertanyaan ini penulis perlu kembali mengingatkan bahwa anggapan semacam itu sudah lama yaitu sejak Yunani dan Romawi Kuno, ketika politik sudah disebut ’’art politica’’ (seni berpolitik), ‘’politike techne’’ (teknik politik), ’’politike episteme’’ (bagaimana sesesungguhnya berpikir politik agar mahir). Saat ini pun politik juga banyak disebut sebagai ’’art possible’’ (seni kemungkinan; artinya sesuatu yang
tidak mungkin dapat diubah menjadi mungkin atau sebaliknya sesuatu yang
mungkin dapat diubah menjadi menjadi tidak mungkin).Biasanyang terlibat
dalam politik ini disebut ’’seniman politik’’ atau politisi.Seni sendiri secara etimologi berasal dari kata ‘’art’ (bahasa Inggris) dan ‘’artes’’
(bahasa Yunani) yang menunjukkan arti kemahiran yang diperoleh
seseorang dari bakat dan pengalamannya.Oleh karena itu, seni berpolitik
juga berbeda setiap individu (Sahid Gatara, 2009: 26).
Oleh
karena itu dari sini kita bisa pahami bahwa tidak ada keseragaman
perlaku politik dari setiap orang terlibat dalam arena atau kehidupan
politik, misalnya perilaku politik berkarakter demokratis, otoriter,
keras, lembut atau santun, dan sebagainya.
Politik adalah Seni di Zaman Yunani dan Romawi Kuno
Dari
pengertian politik sebagai seni hal itu menerut penulis ada benarnya
walupun hal itu benar jika dilihat dalam konteks pada masa yunani dan
romawai yang mana tidak lagi seperti sekarang yang begitu pesat
perkembangan politik dengan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahun
yang melingkupinya yaitu dengan adanya perkembangan ilmu politik berikut
dengan teori-teori yang dikemukkan oleh ilmuawan politik. Hal itu
tampaknya bagus untuk perkembangan dan khasanah keilmuan di bidang
politik yang mana dapat diteliti gejala-gelajala politik/fenomena
politik melalaui sebuah pendekatan yang ada pada ilmu politik, bisa
melalaui pendekatan institusional, pendekatan behavioralisme, pendekatan
tradisional.
Kembali
lagi pada persoalanh politik dapat dijadikan seni, hal itu menurut
penulis tepat jika itu berlaku pada zamannya saja ketika zaman yunani
dan romawi dulu yang mana dapat diulas balik lagi bahwa pada zaman itu
bisa dikatakan demokrasi yang bersifat aristokrasi yang mana demokrasi
hanya dimpimin oleh segelintir yang pintar, bijaksana dan berpegetahuan
luas dan rakyat memang sudah
menyerahkan sepenuhnya pada golongan aristokrat, oleh karena itu
perkemagan selanjutnya muncullah adanya ketimpangan antara golongan
aristokrat dalam hal ini bisa
artikan sebagai penguasa dan rakyat yang kemudian berkembang pula sistem
feodalitik di mana adanya penindasan rakyat untuk kepentingan penguasa
saja.
Fenomena Politik
Dengan begitu jika politik dapat diartikan sebagai seni hal yang
kemudian penulis pikir bahwa memang benar politik adalah sebagai seni
yang digunakan penguasa untuk bermain-main dengan kewenangannya dan
mempermainkan kata-kata untuk memperoleh suatu tujuan dengan
memepengaruhi rakyat untuk tunduk dari penguasa dan ada kecenderungan
rakyat kurang bisa memahami apa yang disampaikan oleh penguasa tersebut
dengan berbagai penafsiran dan interpetasi yang kurang jelas dan ada
kecenderungan kata-katanya kurang membumi untuk ditangkap oleh rakyat
yang awam berkaitan dengan politik. Sebagai contohnya yaitu
Undang-undang yang dalam hal
ini di lihat dari konteks Indonesia yaitu dibuat oleh DPR bersama-sama
Presiden yang mana dalam UU tersebut pasti ada tafsirannya sendiri dan
aturan operasionalnya yang mengendaki dapat diterapkannya
peratura-perundangan-undangan tersebut, namun ada kalanya kata demi kata
dapat memilki arti yang berbeda antara tafsirannya pemerintah dan
rakyat yang dikenai peraturan tersebut, dengan begitu sering kali adanya
konflik peraturan yang ada dan yang diterapakan.
Bukan
hanya itu saja jika dikaitkan fenoma yang terjadi saat ini para elit
politik secara terangan-terangan lewat pernyataan-peryataannya yang
mungkin sekitar tiga minggu yang lalu sempat mencuat terkait dengan
kasus Nazaruddin yang sedikit mememakkakan telinga kita yaitu salah
satunya peryataannya Ramadan Pohan yang menyebutkan ‘’Mr A’’ tentu
semuanyua sudah tahu akan isu tersebut, hal ini menerut penulis jika
dikaitkan dari politik sebagai
seni seperti yang telah di sebutkan di atas maka hanya berupa kata-kata
yang tak dapat ditunjukkan bukti kebenarannya karena juga dapat bahwa
seperti yang tertera di atas tadi bahwasahan politik hanyalah seni
kemungkinan artinya sesuatu yang tidak mungkin dapat diubah menjadi mungkin atau sebaliknya sesuatu yang mungkin dapat diubah menjadi menjadi tidak mungkin,
maka dapat dikatakan bahwa Ramdan Pohan menggunakan seni kemungkinan
itu tadi yang mana ia tidak selebihnya tahu siapa Mr A tersebut dan
hanya mengai-andaikan saja, atau ada kemungkinan ia sudah tahu
sebenarnya siapa dan membuat penyataannya dengan mr A padahal bisa saja
yang tersangkut dalam kasus itu adalah Mr B. Dengan begitu ia hanya
mengalihkan person ke orang lain yaitu dengan sebutkan Mr A.
Kesimpulan
Dengn
mengetahui adanya politik sebagai seni dan fenemana yang ada sudah
barang tentu kita sebagai warga negara harus bisa sadar akan politisi
yang mamakai seni dalam
politiknya namun sekali lagi perlu penulis tekannkan bahwa demokrasi
kita jika masih menggunakan cara-cara seperti itu di mana cara yang
digunakan pada zaman romawi kono dan Yunani tentunya sudah tidak relevan
lagi dalam konteks bangsa yang sedang mengalami tranformasi demokrasi
sehingga terwujud suatu demokrasi yang matang ke arah konsolidasi yang
lebih teratur, dalam arti teratur dalam keseimbangan sebagai negara yang
menganut asas demokrasi di sisi lain adalah
negara hukum. Semuanya harus selaras, demokrasi tanpa koridor hukum
adalah sia-sia belaka. Dan pembangunan demokrasi ke arah yang lebih
substansial bukan hanya sekedar prosedural belaka yang mana dapat
diasumsikan adanya pemilihan umum (prosedural) namun tak mampu
mewujudkan kemakmuran rakyat (substansial).
Itulah
berbagai fenoma politik yang ada di negeri ini, tentunya masih banyak
lagi yang bisa dikupas namun terlalu banyak sudah jika membahas fenomena
politik di Indonesia. Akhir kata cukup sekian dan termaksih.
Politik adalah Seni. Bagaimana menurut Anda?
Salam Perbaikan…..
No comments:
Post a Comment