Saya pernah menyaksikan kisah ular yang
menarik di acara Animal Planet. Salah satu yang paling menarik adalah
melihat bagaimana kisah ular besar disekitar wilayah gurun
bersemak-semak di pegunungan di Amerika
Latin, itu mengganti kulitnya. Hal paling menderita yang dilakukannya
adalah membuat dirinya melewati semak-semak berduri dan membiarkan
durinya menusuk tubuhnya lantas menarik lapisan kulit lamanya. Tak
jarang, yang lepas bukan hanya kulitnya saja, tetapi sebagian tubuhnya
pun terluka penuh baret karena duri-duri tajam tersebut. Dan hal ini
berulang kali dilakukannya, hingga akhirnya kulitnya lepas sama sekali, dari sinilah saya melihat bahwa ada pelajaran kehidupan yang sebenarnya
bisa kita petik.
Pertama-tama adalah soal melepaskan kulit lama kita. Kadang-kadang kita terjebak dengan posisi, situasi ataupun kebiasaan lama. Akibatnya, sangatlah sulit bagi kita untuk melepaskannya serta keluar dari kondisi tersebut. Misalkan saja, ketika seorang karyawan memutuskan untuk menjadi seorang pebisnis. Ataupun, katakanlah yang lebih mudah yakni ketika seseorang yang lajang memutuskan ‘ganti kulit’ menjadi berstatus menikah. Semuanya tidak gampang, dan dibutuhkan keberanian serta pengorbanan untuk mengganti kulit itu. Karena itulah, mirip dengan kondisi tersebut, maka ularpun ‘mencemplungkan’ dirinya agar proses pergantian kulit itu terjadi. Dan disitulah proses rasa sakitnya dimulai. Seperti itu pula saat kita memasuki sesuatu yang baru, fase baru, situasi baru ataupun kebiasaan baru. Ada rasa tidak menyenangkan, rasa sakit, benturan dan gesekan, tetapi semuanya dibutuhkan sebagai bagian dari proses pendewasaan kita menjadi yang baru.
Pertama-tama adalah soal melepaskan kulit lama kita. Kadang-kadang kita terjebak dengan posisi, situasi ataupun kebiasaan lama. Akibatnya, sangatlah sulit bagi kita untuk melepaskannya serta keluar dari kondisi tersebut. Misalkan saja, ketika seorang karyawan memutuskan untuk menjadi seorang pebisnis. Ataupun, katakanlah yang lebih mudah yakni ketika seseorang yang lajang memutuskan ‘ganti kulit’ menjadi berstatus menikah. Semuanya tidak gampang, dan dibutuhkan keberanian serta pengorbanan untuk mengganti kulit itu. Karena itulah, mirip dengan kondisi tersebut, maka ularpun ‘mencemplungkan’ dirinya agar proses pergantian kulit itu terjadi. Dan disitulah proses rasa sakitnya dimulai. Seperti itu pula saat kita memasuki sesuatu yang baru, fase baru, situasi baru ataupun kebiasaan baru. Ada rasa tidak menyenangkan, rasa sakit, benturan dan gesekan, tetapi semuanya dibutuhkan sebagai bagian dari proses pendewasaan kita menjadi yang baru.
Karena itulah, dari pembelajaran filosofi yang pertama ini, janganlah melihat halangan serta rintangan sebagai sesuatu yang membuat kita frustrasi. Mirip seperti ular dalam contoh kita yang nekat melewati semak berduri itu, seharusnya semangat itu menjadi bagian dari kehidupan kita. Masalahnya, di ujung sebelah sana, setelah melewati semak berduri tersebut, si ular tahu bahwa ia akan memiliki kulit yang baru. Dan betul juga kan dalam kehidupan kita? Setelah melewati berbagai kesulitan bertubi-tubi dan tantangan, kitapun menjadi manusia baru yang ototnya jauh lebih kuat.
Pembelajaran terpenting kedua yang bisa
dipetik dari ular adalah soal gerakannya. Dengan gambaran yang sangat
saintifik, di acara Aminal Planet digambarkan bagaimana ular yang tanpa
kaki itu bergerak. Ular bergerak dengan
dua proses penting, merilekskan lantas mengkontraksikan (menegangkan)
ototnya. Ternyata, gerakan inilah yang memungkinkan ular bergerak maju.
Nah, saya rasa filofosi itu pula yang perlu menjadi pembelajaran dalam
kehidupan kita, untuk maju! Rileks melulu, terlalu santai, tidak membuat
kita maju kemana-mana. Tetapi, teralalu tegang dan stresspun tidak
membuat kita bergerak. Demikianlah, gerakan ular ini memberikan kita
inpsirasi bahwa kemajuan hanya terjadi ketika kita sanggup memadukan
rileks dan stress kita.
-Anthony Dio Martin
No comments:
Post a Comment